Pertarungan Agama Kristen Protestan untuk Sola Scriptura: Pdt.Indiana Simalango, S.Th: Doktrin Sola Scriptura itu Perisai, Benteng dan Pilar Kekristenan Biblikal!

0
1096

Pertarungan Agama Kristen Protestan untuk Sola Scriptura:

Pdt.Indiana Simalango, S.Th: Doktrin Sola Scriptura itu Perisai, Benteng dan Pilar Kekristenan Biblikal!

 

Jakarta, Cendekiawanprotestan.com

 

“Sola Scriptura atau Scripture Alone dalam bahasa Inggris (Alkitab saja/Hanya Alkitab) adalah salah satu prinsip teologis atau panduan iman agama Kristen Protestan yang menegaskan bahwa Alkitab merupakan satu-satunya sumber otoritas/acuan yang bersifat mutlak dan tidak bisa salah untuk iman Kristen, ajaran Kristen dan kehidupan Kristen.

Sola Scriptura merupakan salah satu panduan untuk berteologi dan beriman Kaum Kristen Protestan, yang menjadi prinsip dasar Kekristenan yang biblikal, – sebagai pilar iman/teologia Kristen.”demikian disampaikan Pdt. Indiana Simalango, STh., dalam wawancara melalui Video Call di Jakarta (27/1/2021).

Pdt. Indiana Simalango menjelaskan lebih lanjut,”Teologia Sola Scriptura merupakan salah satu kebenaran Alkitabiah yang maha penting “yang terhilang” atau ‘dimatikan suaranya” selama berabad-abad, yang ditemukan kembali oleh Martin Luther.
Gagasan atau konsep Sola Scriptura diperkenalkan pertama kali oleh Martin Luther, Bapa Protestantisme, pada awal abad ke-16 M. Gagasan Sola Scriptura itu muncul setelah Luther mempelajari dan menyelidiki seluruh isi Alkitab. Luther melihat ternyata ada banyak ajaran Gereja yang tidak dicatat di dalam Alkitab, jadi ajaran-ajaran itu hanya ajaran manusia. Sehingga, oleh Luther, ajaran-ajaran Kristen yang tidak diajarkan/ditemukan dalam Alkitab, dan tidak bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara Alkitabiah, -maka ajaran-ajaran yang tidak ada di dalam Alkitab (extra-biblical teachings) itu harus ditolak/disingkirkan/dibuang. Misalnya ajaran tentang devosi/pemujaan kepada Maria dan orang-orang Suci, Sakramen Imamat, Sakramen Baptisan, Otoritas Gereja Roma,- dll.

Martin Luther dan para Reformator Protestan mengajarkan bahwa Alkitab saja satu-satunya sumber yang tidak bisa salah untuk wahyu/pewahyuan ilahi; jadi, Alkitab merupakan sumber utama untuk doktrin/pengajaran/iman dan norma-norma kehidupan Kristen.”

Luther percaya bahwa Alkitab merupakan satu-satunya sumber otoritas yang tidak bisa salah yang diinspirasi oleh Allah. Karena hanya Alkitab Firman Allah yang diinspirasi oleh Allah, maka hanya Alkitab otoritas yang terakhir, yang tidak bisa salah dan sudah memadai untuk Gereja.’

“Inilah esensi dan inti dari Prinsip Sola Scriptura Reformasi Protestan. Sehingga, Para Reformator Protestan dan umat Kristen yang mengikuti ajaran Luther dan para Reformator lainnya, meninggalkan agama Kristen Katolik Roma dan mendirikan gereja-gereja baru.

Bagi agama Kristen Protestan, semua doktrin atau ajaran dan teologia Kristen harus bersumber dari Alkitab, mengacu kepada Alkitab dan tunduk kepada Alkitab. Doktrin Kristen Protestan hanya dibangun di atas Firman Tuhan (Alkitab) saja.”pungkasnya lagi.

Jabar Pdt. Indiana lagi,”Semua ajaran Gereja, Konsili-konsili Gereja, Sidang Umum Gereja, Kredo-kredo (Pengakuan Iman) Ekumenis, tradisi Gereja, pengkotbah-pengkotbah, dan ahli-ahli Alkitab (teolog-teolog) harus tunduk pada otoritas Alkitab sebagai Firman Allah. Semua doktrin dan teologia harus dinilai, dilihat atau diukur oleh Alkitab. Alkitab harus menjadi faktor penentu iman/kepercayaan dan cara hidup kita.”

Tentang Kedudukan Alkitab versus Tradisi Gereja, Pdt. Indiana Simalango menegaskan lebih lanjut,”Bagi kaum Protestan, kedudukan Alkitab lebih tinggi dari tradisi Gereja.Bagi kaum Kristen Protestan, Kedudukan Tradisi tidak sama/sederajat dengan Alkitab. Jadi, Otoritas dan Kedudukan Alkitab bagi Kaum Kristen Protestan lebih tinggi dari siapapun, lebih tinggi dari pimpinan Gereja (Uskup/Ephorus/Paus), lebih tinggi dari pengalaman rohani, dan lebih tinggi dari Akal Budi (Rasio).

Para Reformator Protestan menolak gagasan bahwa Gereja memerlukan sumber pewahyuan yaitu Tradisi yang tidak bisa salah dengan para pimpinan Gereja sebagai Penafsir yang tidak bisa salah.

Kaum Protestan menolak klaim bahwa tokoh gereja tertentu (Ephorus/Uskup/Ketua Sinode/Paus/Ketua Aras tertentu) diberikan otoritas yang tidak bisa salah untuk menafsirkan kitab suci dan tradisi.”

Akan tetapi, ungkap Pdt. Indiana Simalango,”Doktrin Sola Scriptura tidak anti atau menolak atau mengabaikan tradisi gereja, sejarah gereja sebagai konteks penafsiran untuk menafsirkan atau memahami Alkitab. Sola Scriptura tidak anti pada penalaran manusia atau tradisi gereja.Menurut Kaum Protestan, Gereja juga penafsir Alkitab. Namun, bagi umat Kristen Protestan, Alkitab merupakan satu-satunya otoritas/referensi untuk masalah iman dan perbuatan (aplikasi iman). Kaum Protestan percaya bahwa tradisi itu bernilai. Tapi Tradisi bisa salah dan menyesatkan.

Semua penunjang dan pembantu Kebenaran selain Alkitab itu memang bermanfaat, tetapi mereka semua harus duduk di bawah Alkitab dan tunduk kepada Alkitab sebagai satu-satunya sumber kebenaran iman.Alkitab, bukan tradisi Gereja yang bisa menentukan doktrin atau kehidupan Kristen. Protestantisme menolak pimpinan Gereja di atas Alkitab.

Martin Luther berkata,”Satu-satunya aturan yang benar adalah bahwa Firman Tuhan (Alkitab)lah yang membentuk keimanan, bukan siapapun, bahkan malaikatpun tidak bisa melakukan hal ini.’

Martin Luther, Bapa Protestantisme, menyatakan,”Seorang Kristen awam yang dipersenjatai dengan Alkitab lebih hebat dari seorang Paus yang paling berkuasa tapi tidak dipersenjatai oleh Alkitab”.

Tegas Pdt. Indiana,”Bagi Kaum Protestan, Alkitab bukanlah otoritas tunggal (satu-satunya otoritas) untuk persoalan iman dan perbuatan, tetapi Alkitab merupakan otoritas terakhir dan tertinggi untuk persoalan kepercayaan/iman dan perbuatan Kristen. Bagi kaum Protestan, Alkitab bukan otoritas tunggal, tetapi Alkitab merupakan otoritas terakhir dan tertinggi untuk menilai, menghakimi, menguji dan mengukur otoritas-otoritas yang lain, karena hanya melalui Alkitab, Roh Kudus berbicara.”

Ringkas Pdt. Indiana,”Jadi, mengapa kita harus percaya dan terus berpegang teguh pada teologia dan doktrin Sola Scriptura.

Karena, Pertama, bagi Kaum Kristen Protestan, Alkitab merupakan satu-satunya Kitab Suci yang diwahyukan atau diinspirasi oleh Allah. Karena itu, karena Alkitab diwahyukan oleh Allah, Alkitab 100% bisa dipercaya sebagai sumber kepercayaan/iman dan perbuatan Kristen. Kedua, Kaum Kristen Protestan TIDAK PERCAYA sumber otoritas yang lain seperti tradisi gereja, pengakuan iman, katekisme, keputusan sinode/konsili Gereja itu diwahyukan oleh Allah dan dapat dipercaya 100% untuk persoalan iman dan perbuatan. Kita, kaum Kristen Protestan, tidak percaya bahwa Ephorus, Uskup, Ketua Sinode atau Paus itu tidak bisa salah. Kita berpendapat bahwa semua pimpinan Gereja, Pemimpin umat dan teolog bisa berbuat kesalahan teologis atau salah tafsir Alkitab. Karena itu, semua sumber otoritas yang tidak bisa dipercaya 100% (sepenuhnya) dan yang bisa salah, diluar Alkitab harus dinilai, diuji dan dihakimi oleh Alkitab sebagai satu-satunya otoritas ilahi yang bisa dipercaya sepenuhnya dan yang tidak bisa salah.

3. Kita harus ingat, Prinsip Protestan Sola Scriptura (Only Scripture atau Scripture alone) sangat dimusuhi atau dibenci karena doktrin Sola Scriptura adalah penentu dan filter/penyaring apa doktrin itu biblikal atau tidak dan karena doktrin Sola Scriptura itu benteng kebenaran Firman Tuhan. Musuh-musuh Injil hanya bisa menyesatkan Gereja dan umat Tuhan, dengan pengajaran-pengajaran/ doktrin-doktrin sesat/palsu, apabila prinsip Sola Scriptura tidak diterima oleh gereja-gereja dan umat Tuhan.

Ungkap Pdt. Indiana lagi,”Prinsip Sola Scriptura harus diterapkan dan direvitalisasi terus dalam kehidupan Kristen kita karena sangat menentukan jatuh bangunnya gereja/kekristenan.

Misalnya. Salah satu problem besar dunia saat ini adalah tentang homoseksualitas. Dalam masyarakat post-modern yang semakin kompromis dengan dosa, konsep Sola Scriptura terkait masalah Moralitas dan seksualitas manusia saat ini semakin dipersoalkan orang karena mereka tidak ingin diperintah/diatur oleh sebuah Kitab/Buku.

Mereka menganggap konyol kalau aturan tentang moralitas dan seksualitas manusia harus ditentukan atau diatur oleh Alkitab. Mereka berpendapat biarlah setiap orang menentukan (mendefinisikan) sendiri tentang apa yang benar dan salah, baik atau buruk, haram atau halal, jahat atau tidak jahat tentang suatu nilai, moralitas, filsafat atau teologinya.

Saat ini khususnya di Eropa dan Amerika, semakin banyak orang Kristen yang kompromis, toleran dan permisif terhadap praktek homoseks. Mengapa ini terjadi? Sebagai dampaknya. Mengapa banyak Gereja di Amerika dan Eropa mengalami krisis rohani, kemerosotan? Ini karena mereka sudah jauh meninggalkan Alkitab dan prinsip Sola Scriptura. Alkitab tidak lagi menjadi “acuan utama, sumber dan akar semua hukum moral”. Prinsip Sola Scriptura sudah dimarjinalkan.”

Karena itu, Seru Pdt. Indiana mengakhiri wawancara secara virtual ini,”Para Hamba Tuhan dan Sekolah Teologia dan teolog-teolog harus sadar, belajar dari kesalahan Kekristenan di Barat yang mengalami krisis dan kemunduran, melek sejarah dan mawas diri untuk tidak melupakan relevansi dan pentingnya doktrin Sola Scriptura. Sebab Pusat kekuatan Reformasi Protestan dan Jantung Protestantisme adalah teologia Sola Scriptura. Jatuh bangunnya, hidup-matinya dan Kuat-Lemahnya Kekristenan Protestan itu tergantung pada praktek dan aplikasi doktrin Sola Scriptura dalam kehidupan Gereja dan umat Kristen. Doktrin Sola Scriptura itu Perisai, Benteng dan Pilar Kekristenan Biblikal!

Sola Scriptura adalah worldview Kaum Protestan bahwa Alkitab saja sumber final dan satu-satunya yang tidak bisa salah untuk masalah iman dan praktek kehidupan Kristen. Sola Scriptura berarti kita menjadikan Alkitab sebagai otoritas tunggal dalam menentukan atau menilai ajaran Kristen dan praktek kekristenan. Alkitab merupakan satu-satunya penuntun dan pemandu kepada kebenaran.

Kita perlu berinteraksi dengan Roh Kudus secara pribadi. Maka perlu hubungan dekat denganNya. Lewat penyataan Tuhan lewat Kitab Suci dan lewat Ciptaan Nya.

Bila seorang Pendeta tidak ada Roh Kudus di dalam hidupnya, maka hidupnya kacau seperti Raja Saul yang ditinggalkan Roh Allah. Peran Roh Kudus perlu kita kedepankan,”

(Hotben L)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here