HUMAN STUDIES INSTITUTE: KEMENDAGRI BERIKAN DATA KEPENDUDUKAN KEPADA PERUSAHAAN PINJAMAN ONLINE MERUPAKAN PELANGGARAN KONSTITUSI

0
702

HUMAN STUDIES INSTITUTE: KEMENDAGRI BERIKAN DATA KEPENDUDUKAN KEPADA PERUSAHAAN PINJAMAN ONLINE MERUPAKAN PELANGGARAN KONSTITUSI

 

Jakarta, Protestantpost.com

 

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) baru saja memberikan akses data kependudukan kepada sejumlah perusahaan yang memberi layanan pinjaman online (pinjol) dengan memberikan akses data kependudukan ke perusahaan pinjol, seperti PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman, PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah. Lalu, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater). Akses data juga diberikan ke lembaga jasa keuangan lain, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT Mitra Adipratama Sejati (MAS) Finance, PT BPR Tata Karya Indonesia, dan PT Indo Medika Utama. Sisanya, diberikan ke Dompet Dhuafa dan dua lembaga kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”). Pasal 1 angka 22 UU 24/2013 berbunyi: Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Alasan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan akses ini diberikan kepada lembaga yang telah bekerja sama agar dapat memverifikasi kecocokan data nasabah dengan yang ada dicatatan kependudukan. Meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk (KTP), alamat, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan lainnya. Namun, secara konstitusional, Negara wajib melindungan privasi dan data penduduk masyarakat. Sesuai Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Pada Pasal 2 UU Adminduk mengatur bahwa “Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh: a. Dokumen Kependudukan; b. pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; c. perlindungan atas Data Pribadi; d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen; e. informasi mengenai data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil serta penyalahgunaan Data Pribadi oleh Instansi Pelaksana”.

Hal ini secara tidak langsung menjadikan Negara berkewajiban hukum sebagai pelindung data pribadi setiap warga negaranya. Data pribadi penduduk yang harus dilindungi memuat keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental, sidik jari, iris mata, tanda tangan, dan elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.

Bila Kemendagri sudah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga pinjol, ini seperti ada lingkaran bisnis pribadi di Kemendagri dalam penyediaan data kependudukan dan negara tidak bisa menjamin kerahasiaan data warga negaranya, bisa diduga kebijakan Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh ini atas perintah Mendagri. Jika demikian, Mendagri sudah melanggar konstitusi negara, yakni dengan melanggar UUD 1945 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“PP 40/2019”) adalah peraturan pelaksanaan UU Adminduk dan perubahannya. Pelanggaran atas ketentuan ini dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan hak akses pengguna, pemusnahan data yang sudah diakses, dan denda administratif sebesar Rp10 miliar.

Secara khusus dalam sistem elektronik, ketentuan mengenai privasi dan data pribadi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Dalam pemanfaatan teknologi informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut: a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan. b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai. c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Jakarta, 14 Juni 2020
Koordinator Divisi Kebijakan Publik Human Studies Institite

*Maizal Alfian*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here