Membangkitkan Kembali Gerakan Pekabaran Injil Agama Kristen Protestan Di Indonesia.

0
361

Membangkitkan Kembali
Gerakan Pekabaran Injil Agama Kristen Protestan Di Indonesia.

Oleh: Merphin Panjaitan.

Pendahuluan.

Indonesia adalah suatu negara besar di Asia Tenggara, dengan wilayah luas; dengan penduduk terbesar keempat di dunia, setelah Republik Rakyat China, India, dan Amerika Serikat; dan pada tahun 2020 ini berjumlah sekitar 270 juta jiwa.

Penduduk Indonesia sangat majemuk; dengan berbagai ragam suku bangsa, bahasa daerah, budaya dan agama, serta kepercayaan. Bangsa Indonesia hidup di sekitar 17.500 pulau, yang membentang dari 6o 08′ LU hingga 110 15′ LS, dan dari 94′ 45’BT hingga 141 05′ BT.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat gotongroyong; gotongroyong adalah kerjasama sukarela dalam persaudaraan, setara, merdeka, dan tolong menolong untuk kebaikan bersama; gotongroyong telah berlangsung di Indonesia sejak ratusan ribu tahun lalu, dimulai pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, sejak sekelompok manusia mulai berburu hewan besar. Mereka bekerjasama, mulai dengan mengatur siasat, mempersiapkan alat, kemudian bersama-sama memburu hewan, menangkap dan melumpuhkan, membawa pulang ke pangkalan dan membagi hasil buruan kepada semua warga kelompok. Perburuan hewan besar hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa, perempuan dan anak-anak serta orang tua tinggal di pangkalan dengan tugas mengumpulkan bahan makanan dari sekitarnya seperti hewan kecil, buah-buahan, biji-bijian, umbi-umbian dan daun-daunan. Masyarakat gotongroyong, lahir dan hidup bersama dalam persaudaraan; nilai persaudaraan diwujudkan dalam pola pikir dan perilaku: “semua bertanggung jawab untuk semua”. Semua warga dapat berbagi rasa dan berbagi beban, berbagi suka dan duka. Individu yang satu dengan yang lain bisa saja memiliki pemikiran dan kepentingan yang berbeda, tetapi dalam kehidupan kemasyarakatan, mereka bersedia hidup bersama dalam persaudaraan; penderitaan seseorang dapat dirasakan yang lain, dan kemudian bersama-sama mengatasinya. Nilai persaudaraan adalah perkembangan persaudaraan yang tumbuh dalam keluarga, kemudian masuk ke masyarakat, dan selanjutnya berkembang menjadi persaudaraan kebangsaan Indonesia.

Para Pekabar Injil dari Eropa datang ke Indonesia, tahun 1862 Pdt. Ludwig Ingwer Nommensen tiba di Sumatera. Pdt. Ludwig Ingwer Nommensen (1834-1918) berasal dari keluarga petani miskin di Jerman Utara, dan dibesarkan dalam lingkungan pengaruh pietisme. Pada tahun 1862 ia mendarat di Padang, dan sesuai dengan pesan RMG ia menetap di Barus; tetapi karena Barus terletak dipinggir wilayah Batak, ia mendesak agar boleh pindah ke pedalaman; dan akhirnya Residen mengabulkan permohonan, dan memberi ijin menetap di Silindung. Nommensen menetap dan melayani di tengah masyarakat Batak, yang pada waktu itu masih sering mengadakan perang antar kampung; bisa saja di tengah perjalanan Nommensen bertemu dengan orang menenteng kepala manusia yang baru dipenggalnya. Orang-orang Kristen pertama diusir dari kampung halamannya, karena tidak lagi mau membayar sumbangan untuk upacara agama suku; dan untuk mengatasi masalah ini, Nommensen mengumpulkan mereka di kampung sendiri, yang diberi nama Hutadame. Ribuan manusia yang menjadi Kristen kehilangan tatanan hidup lama, dan untuk menutupi kekosongan itu, Nommensen segera menetapkan tatanan hidup baru; dan pada tahun 1866, dua tahun setelah melayani di Silindung, Nommensen menetapkan Aturan Jemaat. Peribadatan dalam lingkungan keluarga diatur dengan teliti; orang Kristen berdoa pada waktu bangun tidur, sebelum tidur malam, serta sebelum dan setelah makan. Jemaat Hutadame yang masih kecil itu memiliki 4 sintua, 3 diaken, 1 diakones dan 1 guru TK. Pada awalnya, rekan-rekan Nommensen dan juga pimpinan Zending di Barmen waswas menghadapi arus ribuan orang Batak masuk gereja; tetapi Nommensen menjawab: “sudah waktunya menggunakan jala, bukan kail.” Di dalam wilayah pengaruhnya tidak ada orang diterima sebagai calon baptisan, dan juga tidak diadakan pemisahan sakramen. Pada tahun 1881, RMG mengangkat Nommensen menjadi Ephorus, dan jabatan ini dipegangnya hingga ia meninggal pada 23 Mei 1918; dan masyarakat Batak memberi ia gelar Ompui. Setelah 7 tahun menjalankan penginjilan, orang Kristen Batak berjumlah 1.250 jiwa, dan pada tahun 1918, jumlah orang Kristen di wilayah kerja RMG 185.731 jiwa.

Pelayanan Pdt. Ludwig Ingwer Nommensen di Tanah Batak membuat sebagian besar masyarakat Batak menjadi Kristen; dan karena menjadi Kristen, banyak warga Batak yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan bahkan hingga sekarang ini banyak yang berperan penting dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Pengaruh Nommensen meluas ke berbagai suku di Sumatera Utara, dan membuat jumlah masyarakat Kristen di Sumatera Utara bertumbuh dan berkembang pesat. Sayangnya, pelayanan Nommensen yang monumental ini tidak diikuti oleh warga masyarakat Kristen di Sumatera Utara sekarang ini. Kita berharap jejak pelayanan Nommensen ini dilanjutkan oleh para Penginjil di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Tulisan ini menawarkan gagasan tentang bagamana caranya membangkitkan kembali gerakan pekabaran Injil di Indonesia.

Perjumpaan Dengan Peradaban Barat.

Perjumpaan dengan Peradaban Barat diawali dengan perdagangan, berlanjut ke penjajahan dan Pekabaran Injil. Pada masa modern awal (Early Modern Period), bangsa-bangsa Barat mulai memasuki Asia. Kegiatan perdagangan yang pada mulanya terbatas di Laut Tengah, mulai berubah ketika bangsa Portugis mengembangkan teknologi maritim. Kapal layar yang tadinya digunakan untuk pelayaran sekitar Laut Tengah diperbarui menjadi caravel dengan dua atau tiga tiang layar, agar dapat digunakan untuk pelayaran lintas benua. Bangsa Portugis menyadari bahwa kekayaan alam Afrika (terutama emas) dan Asia (terutama rempah-rempah) dapat mendatangkan keuntungan besar. Kapal dagang Portugis dilengkapi dengan senapan dan meriam. Portugis tidak lama berkuasa di Nusantara karena kalah bersaing dengan Belanda.

VOC dinyatakan bangkrut tahun 1799, dan sejak itu kekuasaannya di ambil-alih oleh Kerajaan Belanda. Pada waktu itu belum semua daerah di Nusantara dikuasai oleh Belanda. Masih banyak daerah di luar Jawa baru dikuasai dalam abad ke-19 dan awal abad ke-20. Minangkabau dikuasai Belanda setelah Perang Padri berakhir tahun 1837; tanah Batak yang mulai dimasuki tahun 1841, dan dikuasai setelah menaklukkan orang Batak Toba tahun 1883; Lombok mulai dimasuki 1843, dan dikuasai setelah perang sengit tahun 1894; Bali dimasuki tahun 1814, dan dikuasai setelah pertempuran di Badung tahun 1906; dan Aceh dapat dikuasai Belanda setelah menyelesaikan perang selama 30 tahun, dari tahun 1873 hingga 1903. Perlawanan bersenjata secara tradisional timbul hampir di seluruh Indonesia, tetapi Belanda dapat memadamkannya dengan kekuatan militer berteknologi perang modern.

Perjumpaan masyarakat gotongroyong dengan Peradaban Barat, terjadi dalam dua bentuk yang sangat berbeda. Pertama, dalam bentuk perdagangan rempah-rempah, yang kemudian secara bertahap berubah menjadi penjajahan, dan berlangsung ratusan tahun. Penjajahan ini menimbulkan banyak penderitaan di kalangan masyarakat luas, tetapi juga menghasilkan kemajuan ilmu, teknologi dan seni. Banyak orang Indonesia menjadi pintar, seperti R.A. Kartini, Soekarno, Hatta dan Supomo. Kaum Pergerakan Nasional mengintegrasikan Cara Hidup Gotongroyong masyarakat Nusantara dengan ideologi Nasionalisme dari Barat, dan menghasilkan kesadaran bersama, bahwa masyarakat Nusantara adalah satu bangsa, yaitu Bangsa Indonesia, dan berhak menjadi bangsa merdeka, dan mendirikan satu negara berdaulat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya, gubahan W.R. Supratman, adalah jiwa dan semangat Indonesia yang dijalin dengan musik Barat. Raden Saleh menjadi pelukis terkenal; dan seterusnya.

Kedua, dalam bentuk Pekabaran Injil di berbagai daerah pedalaman, berlangsung ratusan tahun, dengan berbagai bentuk kegiatan, antara lain, pengajaran agama, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pekabaran Injil menghasilkan kemajuan pendidikan, pekerjaan dan kehidupan masyarakat setempat, dan sebagian warga masyarakat Indonesia menjadi penganut agama Kristen Protestan dan Katolik. Semua kemajuan tadi, apakah kemajuan akibat efek samping penjajahan, maupun kemajuan sebagai hasil langsung Pekabaran Injil, dan berbagai kemajuan lainnya, berintegrasi menjadi satu kekuatan, yaitu kekuatan nasional Indonesia, dari Sumatera di Barat hingga Papua di Timur, yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, dan kemudian dilanjutkan dengan mendirikan negara Republik Indonesia.

Abad ke-19 dapat disebut sebagai abad Sekularisasi sekaligus abad Pekabaran Injil. Sekularisasi yang mengakibatkan kemunduran agama Kristen di Eropa berjalan bersamaan waktu dengan kemajuan Pekabaran Injil di benua lain. Pada masa itu di Eropa, Pencerahan berkembang bersamaan dengan bergeraknya Pietisme. Pencerahan mendorong sekularisasi, dan kaum Pietis pergi ke berbagai benua lain termasuk ke Indonesia, menjalankan Pekabaran Injil. Hasilnya, pada masa kini gedung gereja di Eropa Barat banyak yang sepi, sementara di Indonesia gedung gereja bertambah banyak. Dan masih banyak lagi warga gereja yang belum bisa membangun gedung gerejanya karena belum mendapat IMB rumah ibadah. Pekabaran Injil di Indonesia adalah jawaban Gereja dan orang percaya di Eropa terhadap panggilan Tuhan. Abad ke-19 disebut sebagai Abad Zending Protestan. Zending bergerak dari Eropa ke berbagai benua lain, termasuk ke Indonesia. Abad ke-21 juga dapat disebut sebagai Abad Zending Protestan. Sending bergerak dan berkembang di Asia, termasuk di Indonesia, dan dari sana kemudian menyebar ke berbagai benua lain, termasuk ke Eropa. Kristen Protestan di Jawa juga berkembang dengan cepat. A.Kruyt (di Mojowarno 1882-1916) menyatakan: Apabila waktu yang ditetapkan Tuhan telah tiba, maka orang banyak bahkan para pembesar pun akan datang kepada Tuhan, lalu pulau Jawa akan memasuki masa serba indah dan serba gemilang.

Injil Yesus Kristus Dibawa Ke Indonesia,
Tumbuh, Berkembang, Kemudian Redup.

Para Pekabar Injil dari Eropa datang ke Indonesia, ikut serta dalam kapal-kapal dagang. Dimulai pada akhir abad ke-15 oleh Spanyol dan Portugis, dan kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris, Prancis dll. Tahun 1546-1547 Fransiskus Xaverius bekerja di Maluku. Tahun 1561 NTT menjadi daerah misi Ordo Dominikan. Tahun 1605 Benteng Portugis di Ambon diserahkan kepada VOC, dan warga Katolik dijadikan Protestan. Tahun 1666 VOC membangun benteng di Menado, warga Katolik menjadi Protestan. Tahun 1823 Joseph Kam mengunjungi Maluku Selatan. Tahun 1831 Zending menetap di Minahasa, dan tahun 1836 Zending menetap di Kalimantan. Tahun 1843 sejumlah orang Jawa dibaptis di GPI Surabaya. Tahun 1845: Mojowarno didirikan. Tahun 1861 babtisan pertama di Tapanuli Selatan; tahun 1862 Pdt. Ludwig Ingwer Nommensen tiba di Sumatera. Tahun 1865 RMG mulai bekerja di Nias. Tahun 1866 UZV mulai bekerja di Bali dan Halmahera. Tahun 1890 NZG mulai bekerja di Tanah Karo. Tahun 1901 RMG mulai bekerja di Mentawai. Tahun 1927 Huria Christen Batak, yang kemudian berubah menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI) berdiri, 1931 GKJ dan GKJW mandiri, 1933 KGPM berdiri, 1934 GMIM, GKP, dan GKI Jatim mandiri, 1935 GPM dan GKE mandiri. Juli 1940 HKBP mengadakan “Sinode Kemerdekaan” dan memilih Pendeta K.Sirait menjadi Ephorus yang pertama dari suku Batak, 1947, GMIT, GKS, GMIST, GT, dan GKST mandiri, dan 1948 pembentukan GPIB. Pada 25 Mei 1950 Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), yang kemudian berubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), didirikan.

Fakta ini memperlihatkan bahwa kehadiran gereja-gereja di Indonesia adalah hasil kerja para Penginjil yang diutus oleh berbagai lembaga penginjilan di Eropa dan Penginjil Lokal, seperti Tunggul Wulung, yang adalah berkat Tuhan untuk Indonesia. Pekabaran Injil di Indonesia telah berlangsung selama berabad-abad, dan hasilnya jutaan warga gereja yang berhimpun dalam ratusan organisasi gereja, tersebar di seluruh Indonesia. Kemajuan ini adalah berkat Tuhan untuk Indonesia, bangsa merdeka yang berhasil mendirikan negara-bangsa Republik Indonesia, suatu negara besar di Asia Tenggara. Negara-bangsa yang demokratis, yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak kebebasan beragama. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut Yesus Kristus, pada awalnya terutama warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman Bersama Iman Kristen Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 20 menyatakan bahwa Tuhan sendiri menempatkan Gereja di Indonesia untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diyakini sebagai anugerah Tuhan. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia.

Pekabaran Injil adalah jawaban Gereja dan orang percaya terhadap panggilan Tuhan, untuk mengabarkan Injil Yesus Kristus kepada semua bangsa; siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum; para Pekabar Injil mendapat kuasa, dan pekabaran Injil berlangsung sepanjang masa dan di segala tempat. Pada 1860 Kristen Protestan di Indonesia antara 100.000- 120.000 orang, kurang dari 1 % penduduk Indonesia; masyarakat Kristen Protestan pribumi di Indonesia telah hadir di Maluku, Minahasa, Sangir Talaud, dan NTT; belum ada masyarakat Kristen pribumi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua; jumlah warga Kristen pribumi di masing-masing wilayah tersebut hanya ratusan orang. Tahun 1938 Kristen Protestan di Indonesia: 1.665.771 orang, sekitar 2,5 % penduduk Indonesia, terdiri dari: GPI: 700.000 orang; HKBP: 415.000; Nias: 125.000; Sangir Talaud: 120.000; Pulau Jawa: 98.000, termasuk GPI: 27.000; Kristen telah menyebar ke seluruh Nusantara. Lebih dari setengah warga Kristen Indonesia tinggal atau berasal dari daerah yang telah menjadi Kristen di masa VOC, dan sepertiga warga Kristen Indonesia adalah anggota gereja-gereja yang lahir dari RMG. Kristen Protestan di Indonesia tahun 1860 kurang dari 1 %, 1938 sekitar 2,5 %, dan 2010 sekitar 8 %. Kristen Protestan di Jawa juga berkembang dengan cepat; pada 1900 kurang dari satu perseribu dan 1938 dua perseribu. A.Kruyt (di Mojowarno 1882-1916) menyatakan: apabila waktu yang ditetapkan Tuhan telah tiba, maka orang banyak bahkan para pembesar pun datang kepada Tuhan, lalu pulau Jawa memasuki masa serba indah dan serba gemilang.

Fakta di atas memperlihatkan bahwa kehadiran gereja-gereja di Indonesia adalah hasil kerja para Penginjil yang diutus oleh berbagai lembaga penginjilan di Eropa, ditambah dengan beberapa orang Penginjil lokal; pekabaran Injil mendirikan gereja, dan Gereja menjalankan pekabaran Injil. Pekabaran Injil di Indonesia telah berlangsung selama berabad-abad, dan hasilnya jutaan warga gereja yang berhimpun dalam ratusan organisasi gereja, tersebar di seluruh Indonesia. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut Yesus Kristus, pada awalnya terutama warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman Bersama Iman Kristen Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 20 menyatakan bahwa Tuhan sendiri menempatkan Gereja di Indonesia untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diyakini sebagai anugerah Tuhan. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia.

Injil Yesus Kristus tersebar luas di Indonesia, dan gereja-gereja tumbuh dengan suburnya; kemajuan ini adalah berkat Tuhan bagi Indonesia, bangsa merdeka yang menyelenggarakan Negara Kesatuan Republik Indonesia, suatu negara besar di Asia Tenggara. Negara kebangsaan yang demokratis, yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak kebebasan beragama. Kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia membawa pencerahan bagi bangsa ini; mendorong kemajuan bersama sebagai suatu bangsa yang berjuang untuk kebaikan dan kemajuan bersama; kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia adalah berkat Tuhan untuk Indonesia. Kekristenan dimulai dengan Injil Yesus Kristus, kemudian berlanjut dengan pelayanan kasih dan kerja keras yang berlangsung bersamaan dengan berkurangnya perilaku buruk manusia; proses ini secara bertahap membarui masyarakat dan negara, mencegah pembusukan masyarakat dan menggantikan kegelapan dengan terang.

Dari Pertengahan Abad Ke-19 sd Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pekabaran Injil di Indonesia berkembang sangat pesat; terutama digerakkan oleh Penginjil utusan berbagai lembaga Zending di Eropa. Abad ke-19 dapat disebut sebagai abad Sekularisasi sekaligus abad Pekabaran Injil; sekularisasi mengakibatkan kemunduran agama Kristen di Eropa, berjalan bersamaan dengan kemajuan Pekabaran Injil di benua lain. Pada masa itu di Eropa, Pencerahan berkembang bersamaan dengan bergeraknya Pietisme; Pencerahan mendorong sekularisasi, dan kaum Pietis pergi ke berbagai benua lain termasuk ke Indonesia, menjalankan pekabaran Injil; akibatnya, pada masa kini gedung gereja di Eropa Barat banyak yang sepi, sementara di Indonesia gedung gereja berjejal dan bertambah banyak; dan masih banyak lagi warga gereja yang belum bisa membangun gedung gerejanya karena belum mendapat IMB rumah ibadah. Tetapi, setelah Reformasi Politik 1998, pekabaran Injil di Indonesia mulai redup; barangkali, pada waktu itu banyak tokoh Kristen yang menghabiskan waktunya bergerak di bidang politik, menikmati proses tumbuh-kembangnya demokrasi di Indonesia. Reformasi Politik 1998 membuat banyak warga masyarakat, termasuk masyarakat Kristen meniti karir di bidang politik; kebebasan politik diberlakukan, partai-partai politik bertambah banyak, dan banyak warga masyarakat Kristen berpartisipasi di sana. Pemilihan umum berlangsung setiap lima tahun, ditambah lagi dengan Pilkada; semua ini menyita waktu masyarakat terlalu banyak, termasuk waktunya masyarakat Kristen; dan pekabaran Injil meredup.

Kesaksian Para Murtadin.

Sekitar 10 tahun terakhir ini; tiba-tiba di YouTube muncul banyak murtadin yang bersaksi tentang perpindahannya ke agama Kristen; dan saya tertarik mempelajarinya. Sejak April 2022, selama sekitar 6 bulan, saya melihat dan memperhatikan kesaksian sekitar 200 orang murtadin; dan saya berkesimpulan sebagai berikut. Pertama, sekitar 30 persen dari murtadin ini menjadi Kristen karena didatangi sendiri oleh Tuhan Yesus Kristus. Mereka menyatakan, saya berdoa kepada Tuhan saya, agar saya disembuhkan dari penyakit yang sulit sembuh dan membuat saya sangat menderita; saya berobat ke dokter, dan berdoa kepada Tuhan, tetapi Tuhan tidak datang; hingga suatu hari Tuhan Yesus datang menyapa dalam mimpi; dan tidak lama kemudian penyakitnya sembuh. Mereka bersaksi, saya minta kesembuhan kepada Tuhan saya; Tuhan saya tidak datang, yang datang justru Tuhannya orang Kristen. Tuhan Yesus Kristus menyembuhkan penyakitnya; dan sejak itu dia percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat manusia; dan sejak itu mereka menjadi pengikut setia Tuhan Yesus Kristus; dan mereka pergi ke berbagai tempat, termasuk ke YouTube menyaksikan apa yang dialaminya. Sekitar 30 persen menjadi Kristen karena walaupun mereka telah beragama, masih ada yang terus berupaya mencari kebenaran, dan akhirnya mereka menemukan kebenaran itu dalam Alkitab, antara lain dalam Yohanes 14: 6. Sekitar 20 persen menjadi Kristen mengikuti agama suami atau istri, dan disertai dengan perasaan hidup damai sejahtera dalam agama Kristen yang baru dianutnya. Sekitar 20 persen karena daya tarik lain, misalnya tertarik pada agama Kristen setelah mendengarkan lagu rohani Kristen; ketertarikan itu mengantarkannya ikut Ibadah Minggu; dan semakin tertarik menjadi Kristen setelah mendengarkan khotbah Pendeta.
Kedua, para murtadin bersaksi, bahwa menjadi Kriten mengakibatkan mereka menerima persekusi dari keluarga dan masyarakatnya; banyak dari antara mereka yang terpaksa keluar dari rumah orang tuanya; ada juga yang terpaksa keluar dari tempat kerjanya; dikucilkan oleh keluarga dan teman-teman dekatnya; mereka dicap sebagai murtadin, kafir, dan kalau mati akan dijadikan arangnya neraka. Semua persekusi ini mereka hadapi dengan tabah; mereka menyatakan, walaupun ditolak oleh keluarganya, mereka tetap mengampuni semua itu; bahkan si murtadin ini terus mendoakan agar Tuhan Yesus menjamah keluarganya; dan ternyata banyak dari anggota keluarganya yang kemudian ikut masuk gereja dan minta dibaptis. Semboyan yang selalu mereka ulang-ulang adalah: Satu orang ikut Tuhan Yesus, satu keluarga diselamatkan; dan yang mereka maksudkan dengan keluarga, seringkali bukan hanya keluarga inti, tetapi lebih luas dari itu. Ketiga, dari kesaksian mereka ini, saya ketahui bahwa banyak dari mereka menjadi Kristen diam-diam; pergi ke gereja sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh keluarga dan tetangganya; tetapi cepat atau lambat akhirnya ketahuan juga. Dan kalau sudah ketahuan, biasanya mereka berani memikul akibatnya, mungkin karena sebelumnya telah melihat kesaksian murtadin lain di YouTube; dari kesaksian mereka ini, saya tidak melihat ada murtadin yang dibunuh oleh keluarga atau masyarakatnya. Yang menarik adalah kenyataan, bahwa masih lebih banyak lagi orang yang ingin menjadi Kriten, tetapi tidak berani; atau belum menemukan cara yang lebih mudah; banyak gereja yang mereka kunjungi memberi persyaratan yang sulit dan rumit untuk bisa ikut baptisan; sementara untuk bisa ikut Ibadah Minggu saja, mereka berangkat dari rumah dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat.

Mengubah Strategi pelayanan Kristen, dari Defensive Active Strategy menjadi Offensive Initiative Strategy.

Saya pikir, strategi pelayanan Kristen perlu kita ubah, dari Defensive Active Strategy menjadi Offensive Initiative Strategy; antara lain dengan mengutus banyak Penginjil ke seluruh Nusantara, terutama ke wilayah yang masyarakatnya suka mendiskriminasi dan menganiaya masyarakat Kristen. Di semua wilayah yang menolak kehadiran Gereja, kita datangkan banyak Penginjil untuk memberitakan Injil Yesus Kristus kepada mereka; masyarakat yang memusuhi orang Kristen juga berhak mengenal dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia; Tuhan mengasihi semua manusia, termasuk manusia yang memusuhi gereja; Tuhan berkehendak menyelamatkan manusia, termasuk manusia yang sebelumnya tidak percaya kepada-Nya; semua manusia adalah ciptaan dan milik Tuhan sendiri.

Dalam 10 tahun ke depan, kita mengutus 100.000. Penginjil ke seluruh Nusantara, terutama ke wilayah yang masyarakatnya suka mendiskriminasi dan menganiaya masyarakat Kristen; dan untuk ini, dalam 10 tahun, kita perlu mendirikan 10.000. Yayasan Beasiswa Untuk Pelajar Sekolah Alkitab dan 10.000. Yayasan Pekabaran Injil. Yayasan Beasiswa Untuk Pelajar Sekolah Alkitab berfungsi mencari calon Penginjil dari kalangan murtadin, yang siap belajar di Sekolah Alkitab selama 1 tahun; dan memberi beasiswa penuh kepada pelajar calon Penginjil itu. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Alkitab, Yayasan Pekabaran Injil mengutus mereka kembali ke keluarga dan masyarakatnya sebagai Penginjil; kepada semua Penginjil diberi wewenang melakukan Sakramen Baptisan, dan juga menerima honor yang layak. Penginjil ini melanjutkan profesinya sebelum masuk Sekolah Alkitab, misalnya sebagai sebagai petani, atau nelayan, atau pedagang, atau profesi lainnya. Dalam 10 tahun, 100.000. orang murtadin yang telah menyelesaikan pelajarannya selama 1 tahun di Sekolah Alkitab, kembali ke keluarga dan masyarakatnya sebagai Penginjil; menjalani kehidupan sehari-hari bersama masyarakatnya, menjalani suka duka kehidupan bersama-sama; bantu membantu dan tolong menolong untuk kebaikan bersama. Para Penginjil ini menjadi Penginjil sekaligus menjadi pembawa pembaruan di tengah-tengah masyarakatnya; bukan mustahil di antara mereka ada yang kemudian menjadi memimpin informal; atau terpilih menjadi kepala desa; atau menjadi petani atau pedagang sukses, atau menjadi politisi.
Kerja besar ini diharapkan membangkitkan kembali gerakan pekabaran Injil di Indonesia; dan kalau gerakan ini berhasil, diharapkan pada tahun 2045 diskriminasi dan penganiayaan kepada masyarakat Kristen berhenti; nilai kesederajatan manusia dan kebebasan terwujud dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan; pola pikir dan peri laku kebencian dan permusuhan menghilang; demokrasi prosedural meningkat menjadi demokrasi substansial; pemerataan ekonomi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terwujud; dan bukan mustahil seorang warganegara Indonesia penganut agama Kristen terpilih menjadi Presiden RI.

Daftar Pustaka.
End, Th.van den, 2013, Ragi Carita 1 dan 2, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia.
Panjaitan, Merphin, 2021, Revolusi Indonesia Menuntaskan Sejarahnya, Jakarta, Penerbit Permata Aksara.
Paine, Thomas, 2000, Daulat Manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Republik Indonesia, UUD 1945 dan Perubahannya.
Ruck, Anne, 2008, Sejarah Gereja Asia, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia
Stott, John, 2000, Isu-Isu Global, Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here