Refleksi 91 Tahun Sumpah Pemuda: Hilangnya Roh Refleksi 91 Tahun Sumpah Pemuda: Hilangnya Roh Sumpah Pemuda Pemuda

0
543

 

Oleh: Alfrit Dody (Ketua Cabang GMKI Palangka Raya 2019-2021)

MENGAWALI tulisan ini, mengutip kalimat yang disampaikan oleh Bung Karno “Beri aku 1000 orang tua niscya akan kucabut semeru dan akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan ku goncangkan dunia”. Hal ini berarti bahwa sedemikian berharganya kedudukan dan peranan pemuda bagi bangsa ini.

Sebagai aset bangsa yang sangat berharga, pemuda tidak bisa dipisahkan dari pertumbuhan dan kemajuan bangsa karena pemuda merupakan agent of change,  moral force dan  social control yang memiliki semangat dan kreatifitas yang luar biasa dalam segala aspek pembangunan nasional.

Peran penting pemuda telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak tanggal 28 Oktober 1928, dengan mengikrarkan untuk  bersatu menjadi satu tanah air,  satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia.

Pada saat itu pemuda yang berasal dari berbagai organisasi dan latar belakang yang berbeda  merasa terpanggil untuk melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi untuk bersatu melawan penjajah diantaranya Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Sumatra, Jong Islamiten Bond, Jong Celebes, Jong Borneo dll.

Mereka rela meninggalkan segala latar belakang  dan kepentingan sektoralnnya untuk bersatu melawan penjajah dan memperjuangkan kemerdekaan dengan menjadi Jong Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan  tonggak awal lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan alat pemersatu bangsa ini.

Fakta historis lain yang menjadi bukti bahwa pemuda mampu berperan aktif sebagai pionir dalam proses perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa tahun 1966.

Selanjutnya, sampai dengan pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun sekaligus membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi.

Membuang sejarah bagaikan membuang hasil-hasil penelitian berharga yang telah diteliti dimasa lalu dan mencoba meneliti dari awal tanpa refrensi masa lalu. Seorang sejarawan Inggris mengatakan bahwa orang yang modern adalah orang belajar sejarah, orang yang berpikir modern adalah orang yang berpikir sejarah, dan orang mampu menciptakan modernisasi adalah orang yang belajar sejarah.

Untuk itu, dalam memaknai sejarah, pemuda sebagai harapan masa depan bangsa harus tetap  mengedepankan semangat perjuangan yang telah tercipta sejak awalnya. Tak dapat dipungkiri bahwa eksistensi pemuda saat ini sedang berada dipersimpangan jalan akibat terpaan arus utama globalisasi.

Pemuda mengalami degradasi moral, terlena dengan kesenangan dan lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda. Tanggung jawab pemuda sebagai agent of change,  moral force dan  social control tidak lagi dimaknai secara utuh.

Di tengah sergap arus globalisasi, tanggung jawab pemuda kemudian dianggap sedang mengalami distorsi yang sangat luar biasa.  Menurut David C. Korten (1988) terdapat empat mainstream yang mengendalikannya yaitu:  1.) Teknologi pesat melebihi era sebelumnya; 2.)Masyarakat dunia bergerak sangat dinamis;  3.) persaingan semakin menajam dan;  4.) pasar terbuka.

Ruh Sumpah Pemuda

Permasalahan bangsa kian pelik hingga menemukan titik puncak kompleksitasnya. Pengangguran, krisis eksistensi, krisis mental, degradasi moral, radikalisme, antisosial, krisis jati diri, sebagian besar pemuda terjebak dalam kehidupan serba instant, hedonis. Terlepas dari idealisme dan militansi adalah bagian kecil dari sejumlah masalah yang sedang menggerogoti pemuda. Sebab, pondasi nilai-nilai nasionalisme yang telah terbentuk sejak ikrar pertama dideklarasikan telah terdegradasi.

Sembilan puluh satu tahun (91) pasca Sumpah Pemuda, kondisi pemuda pun kini berbeda.  Pemuda telah kehilangan ruh pergerakannya. Satu persatu semangat Sumpah Pemuda mulai runtuh. Pemuda yang seharusnya merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujukan cita-cita bangsa, pemuda yang seharusnya menjadi harapan dalam kemajuan bangsa dengan ide-ide ataupun  gagasan yang berilmu serta berdasarkan kepada nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat kini berada di persimpangan.

Ironinya, pemuda terjebak dalam politik identitas yang mematikan semangat nasionalismenya, pemuda  menjadi bisu ketika ketidakadilan terjadi di Negara ini. Mereka terpecah belah oleh  isu hegomoni, kapitalisme, kekuasaan dan rasis. Padahal seharusnya pemuda mampu menanggalkan segala indentitasnya demi persatuan agar terciptanya keadilan untuk  mendapatkan kemerdekaan yang seutuhnya.

Marilah kita kembali pada ruh Sumpah Pemuda. Sudah saatnya pemuda membuat terebosan di berbagai bidang. Jangan lagi terjerumus dalam politik identitas  dan terjerat dalam pusaran ekonomi global.  Mari jadikan moment sumpah pemuda ini untuk meningkatkan jiwa yang berkarakter.

Semangat pemuda juga dalam rangka ikut membangun daerah harus terus di bangkitkan karena tongkat estafet kepemimpinan ada di tangan pemuda. Peran pemuda dalam memberikan aspirasi, kreatifitas dan ide-ide menyukseskan dan membangun daerah untuk pemerintah sangat-sangat di butuhkan. Pemerintah butuh masukan dari pemuda dan pemuda butuh di dengar oleh pemerintah terkhususnya membangun daerah Kalimantan Tengah.

Momentum 28 Oktober  bukanlah acara seremoni tetapi merupakan suatu perjuangan yang wajib untuk diperingati dengan berbagai hal yang berdampak positif untuk Negara, bukan sekedar seremonial untuk mengambur-hamburkan uang Negara, namun haruslah lebih pada  bagaimana langkah kongkrit yang dilakukan pemerintah  untuk memberdayakan pemuda.

Sumpah pemuda merupakan salah satu tonggak sejarah penting  bagi perjalanan  bangsa indonesia. Bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu adalah pengikat sekaligus identitas  sebagai warga Negara Indonesia. Selamat Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928-28 Oktober 2019 (***)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here