YLBHI: “BPJS Kesehatan : Salah Kelola Lembaga, Tapi Rakyat yang Menanggung Derita”

0
539

YLBHI: “BPJS Kesehatan : Salah Kelola Lembaga, Tapi Rakyat yang Menanggung Derita”

 

Jakarta, Cendekiawanprotestan.com

 

Memperhatikan perkembangan tentang BPJS yaitu kenaikan iuran dan denda yang akan diberlakukan untuk mereka yang terlambat membayar iuran YLBHI hendak mengingatkan Pemerintah tentang hal-hal berikut ini.

1. Negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menyelenggarakan jaminan sosial dan jaminan kesehatan. Kewajiban artinya memberikan hak pada warga negara.

a. Pasal 34 (2) menyatakan _“Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”_.

b. Pasal 34 (3) menekankan _“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”._
c. Pasal 28H (1) mengatur _“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”_.

d. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

e. Pasal 28I ayat (4) menegaskan bahwa _perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia (termasuk jaminan sosial dan pelayanan kesehatan) adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah_

2. BPJS yang mengancam akan memberikan denda kepada peserta yang terlambat bayar sesungguhnya memperlihatkan karakter sama dengan asuransi biasa. Tidak ada jaminan tanpa pembayaran. Kelebihan BPJS dibandingkan asuransi biasa selama ini berupa subsidi negara semakin pudar seiring dengan bertambahnya iuran BPJS.

3. Sebelum memberikan denda pada Mei 2020 Pemerintah juga tercatat mengeluarkan Peraturan Presiden 64/2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menaikkan lagi iuran BPJS. Padahal Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 tertanggal 27 Februari 2020 membatalkan Perpres 75/2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Lagi pula sebelumnya telah disampaikan oleh KPK RI bahwa terdapat salah pengelolaan dalam BPJS, cara-cara dengan menaikkan iuran setelah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan ancaman-ancaman seperti denda 30 Juta semakin menunjukkan salah penyikapan dan salah kelola tersebut.

Mahkamah Agung dalam Pertimbangan Putusan No. 7 P/HUM/2020 menegaskan kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Kesalahan atau kecurangan itu juga diuraikan oleh Mahkamah dengan merujuk kepada hasil Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap BPJS Kesehatan diantaranya berupa:

– _Tidak adanya kriteria terhadap warga miskin yang seharusnya berhak mendapatkan subsidi, sehingga menyebabkan alokasi subsidi iuran menjadi tidak tepat sasaran;_
– _Manajemen dan perhitungan BPJS Kesehatan tidak dilakukan dengan baik, sehingga tidak mampu mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh peserta mereka memiliki taraf ekonomi relatif baik, namun berlaku curang guna bisa menikmati subsidi iuran BPJS Kesehatan_
– _Banyak rumah sakit rujukan yang melakulan pembohongan data, terkait dengan kategori rumah sakit sebagai Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (FKRTL) BPJS Kesehatan_.

4. Indonesia juga terikat pada Kovenan Hak Ekonomi Sosial & Budaya yg telah menjadi hukum Indonesia melalui UU 11/2005 dimana pasal 9 memberi hak setiap orang atas jaminan sosial termasuk asuransi sosial.

5. Pasal 12 Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya juga memandatkan hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental

6. Tahun 2017 anggaran kesehatan Indonesia dibandingkan negara di ASEAN hanya lebih besar daripada Laos. Tentu anggaran bukan satu-satunya faktor kualitas layanan kesehatan tetapi menunjukkan prioritas dan kepedulian Pemerintah. 3 anggaran tertinggi dalam APBN sebelum perubahan postur APBN adalah:

i. Kementerian Pertahanan Rp 127,4 triliun yang meningkat dari outlook 2019 sebesar Rp 109,6 triliun dan realisasi 2018 sebesar Rp 106,7 triliun.
ii. Kementerian PUPR Rp 120,2 triliun, naik dari outlook 2019 sebesar 111,8 triliun dan realisasi tahun 2018 sebesar Rp 102,5 triliun
iii. POLRI: 90 triliun

7. Pasca perubahan APBN anggaran Kesehatan pada 2020 sebesar Rp 132,2 triliun atau 5,23% dari belanja negara yang sebesar Rp 2.528,8 triliun. Angka tersebut meningkat 7,4% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 123,1 triliun. Secara proporsi, anggaran kesehatan masih bertahan di kisaran 5% terhadap APBN selama lima tahun berturut-turut.

Berdasarkan hal-hal di atas YLBHI menyatakan:
I. Kenaikan kembali iuran setelah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan ancaman pemberian sanksi denda tersebut jelas bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

II. Mendesak pemerintah membatalkan kenaikan dan menghentikan ancaman denda dari BPJS, dan merombak total pengelolaan BPJS yang telah diketahui terdapat salah pengelolaan.

III. Mendesak Pemerintah taat dan konsekuen terhadap perintah UUD 1945 yang menegaskan bahwa jaminan sosial dan pelayanan kesehatan adalah bagian dari hak setiap warga negara dan merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhi.

Jakarta, 21 Mei 2020

Narahubung
Muhamad Isnur- Ketua YLBHI Bidang Advokasi
Era Purnamasari – Wakil Ketua YLBHI Bidang Advokasi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here