Ratifikasi OpCAT: Sudah Waktunya dan Bisa

0
490

Ratifikasi OpCAT: Sudah Waktunya dan Bisa

 

Jakarta, Cendekiawanprotestan.com

 

Sudah dua puluh tiga tahun Indonesia meratifikasi Konvenasi Anti Penyiksaan (Conventioan Agianst Torutre singkatan dari Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) dengan UU No. 5/1998. Sejak saat itu pula Indonesia telah berkomitmen untuk mengeradikasi penyiksaan, untuk tidak mengulang kembali praktek-praktek penyiksaan.

Diperlukan penyelesaian yang bersifat sistemik dan tidak semata kasuistik, jika komitmen mengeradikasi penyiksaan hendak diwujudkan. Ambillah contoh persoalan overcrowded di berbagai lapas dan rutan. Jumlah penghuni yang bisa sampai 170% lebih banyak dari kapasitas yang tersedia menjadikan kondisi lapas dan rutan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Penghuni berdempet-dempetan, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang langka. Persoalan seperti ini harus diselesaikan dari hulu hingga hilir; dengan membenahi sistem penghukuman hingga menerapkan kebijakan asimilasi.

Sudah waktunya pula melakukan upaya-upaya pencegahan daripada memadamkan dampak dari penyiksaan; baik fisik, psikologis maupun social. Ada pola umum penyiksaan terjadi di tempat-tempat dimana kebebasan dibatasi, dimana berlaku praktek kekuasaan yang tak terbatas atas ketidakberdayaan korban, dan di luar pengawasan publik; di ruang-ruang interograsi dan penahanan.

Protokol Pilihan Konvensi Menentang Penyiksaan (OpCAT) mengembangkan mekanisme pencegahan tersebut, yakni melalui pengawasan dengan mengunjungi tempat-tempat tahanan atau serupa tahanan. Mekanisme ini bekerja secara independen dan mengandalkan bukti-bukti serta dialog konstruktif dalam mengusulkan perbaikan.

Penting meratifikasi OpCAT untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya (berulangnya) penyiksaan dan tindakan semena-mena yang merendahkan martabat manusia lainnya. Gagasan untuk meratifikasi OpCAT sebenarnya sudah lama berlangsung. Urgensinya juga sudah lama disadari. Universal Periodic Review (UPR), sebuah mekanisme Dewan HAM PBB pada tahun 1998 merekomendasikan agar Indonesia meratifikasi OpCAT. Agenda ini juga sempat masuk dalam rencana aksi nasional hak asasi manusia. Namun, karena pemahaman yang tidak merata akan cara kerja mekanisme tersebut maka rencana tersebut kandas di tengah jalan.

Dengan reformasi yang sudah berlangsung dua dekade, masih terus terjadinya penyiksaan sekalipun pelembagaan hak asasi semakin baik, menyambut UPR 2022, maka pernyataan Menko Polhukam Bapak Mahfud MD untuk meratifikasi OpCAT perlu diwujudkan segera.

Penerapan prinsip-prinsip Mekanimse Pencegahan Penyiksaan sebagaimana di OpCAT dapat direalisasi. Hal ini karena KuPP telah memiliki pengalaman bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Kami percaya bahwa ratifikasi tersebut akan semakin meningkatkan kualitas hidup bersama bangsa Indonesia.

Narahubung: Antonio Pradjasto (081310133433).

Jakarta, 17 Maret 2021

Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Ombudsman Republik Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here