Tidak Siap Kalah Massa Dikerahkan

0
626

*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*

*LONCENG kematian demokrasi dalam pemilihan presiden ditimbulkan oleh pemaksaan kehendak*. Demokrasi langsung sekarat jika pemenang pemilihan presiden dipaksakan melalui pengerahan massa.

*Presiden terpilih akan ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei. Pasal 417 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu* menyebutkan pasangan calon terpilih ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan ke dalam berita acara hasil pemilu presiden dan wakil presiden.

*Dua minggu lagi KPU menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih antara nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno*. Meski demikian, berdasarkan real count di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) milik KPU, Jokowi-Amin masih unggul atas Prabowo-Sandi.

*Mestinya semua pihak menyambut dengan gembira penetapan calon presiden dan wakil presiden terpilih*. Namun, masih ada segelintir orang yang mengambil ancang-ancang mengerahkan massa.

*Aparat sudah mendeteksi pengerahan massa. Deteksi pengerahan massa itu disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dalam rapat dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah di Jakarta, Selasa (7/5).* Ia mengingatkan potensi anarkisme massa menyusul sikap sejumlah pihak yang keberatan dengan proses Pemilu 2019.

*Harus tegas dikatakan bahwa demonstrasi sama sekali tidak bisa mengubah hasil pemilu yang akan ditetapkan KPU*. Masih ada cara cerdas untuk menyatakan ketidaksetujuan. *Bisa mengadukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) jika ada kecurangan atau beperkara di Mahkamah Konstitusi*.

*Hanya pecundang yang menempuh jalur inkonstitusional.* Aparat mendeteksi saat ini mulai gencar diembuskan bahwa Pemilu 2019 sarat kecurangan. *Diprediksikan kemungkinan unjuk rasa atau bahkan penyerangan terhadap kantor penyelenggara pemilu.*

*Tegas dikatakan bahwa unjuk rasa bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi*. Akan tetapi, unjuk rasa yang dilakukan hendaknya mematuhi aturan dalam menyampaikan pendapat sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

*Unjuk rasa harus dilakukan dalam koridor konstitusi*. Unjuk rasa atas nama dan atas alasan apa pun, termasuk ekspresi tidak puas atas hasil pemilu, sah dan boleh dilakukan. *Namun, hal tersebut harus dilakukan dengan tertib, tidak melanggar hukum, dan mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.*

*Perlu pula diingatkan bahwa demonstrasi itu hanya sebatas mengekspresikan pendapat, sama sekali tidak mampu mengubah hasil akhir pemilu*. Hasil akhir pemilu hanya bisa diubah dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.

*Karena itu, alih-alih berunjuk rasa dengan melakukan pengerahan massa besar-besaran*, lebih baik pihak-pihak yang merasa tidak puas menempuh jalur hukum dengan mengajukan sengketa pemilu sesuai koridor yang diatur oleh undang-undang.

*Dengan jalan itu, aspirasi ketidakpuasan tetap dapat terakomodasi dan peluang untuk mengubah keadaan pun menjadi lebih terbuka*. Di lain sisi, suasana yang tercipta dari proses itu pun akan berlangsung lebih kondusif karena terhindar dari kegaduhan dan anarki.

*Kekerasan ekspresi dapat mencabut nyawa demokrasi*. Karena itu, siapa pun yang terlibat dalam unjuk rasa memprotes hasil pemilu hendaknya tetap mampu menahan diri. *Tidak akan ada pengerahan massa andai pasangan calon presiden dan wakil presiden konsisten dengan ikrar mereka untuk siap menang dan siap kalah.*

*Siap kalah pemanis bibir belaka karena jauh-jauh hari sudah bersiap mengerahkan massa jika kalah*. Masyarakat hendaknya tetap beradab mengekspresikan aspirasi tanpa kekerasan agar tidak berbenturan dengan aparat yang sudah bersiaga.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here